Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju namun masih
banyak kalangan yang masih menggunakan praktik pendidikan tradisional yang
banyak menekankan pembelajaran dengan penyampaian formal. Misalnya siswa
disuruh duduk tenang dan mendengarkan guru mereka berbicara selama berjam-jam.
Pernahkah terpikirkan dalam benak kita jika ada sebagian siswa yang tidak bisa
menerima atau bahkan malah stress dengan cara pembelajaran yang seperti itu?
Pembelajaran yang baik adalah bagaimana cara membuat siswa itu belajar dengan
nyaman dan tanpa paksaan. Sehingga informasi yang mereka peroleh dapat
diterima.
Ada sebuah studi kasus. Ada seorang anak yang mengalami “learning
disable” (kesulitan belajar). Anak ini sebenarnya cerdas, namun orang tuanya
selalu mendesak untuk dia belajar. Kemudian orang tuanya meminta bantuan pada
seseorang untuk mengatasi kesulitan belajar anaknya. Orang yang diminta bantuan
itu mewawancarai anak yang kesulitan belajar. Pada waktu diwawancarai anak
tersebut dengan air mata berlinang menceritakan penyiksaan yang dialaminya
hampir setiap malam.
“Jika malam aku disuruh orang tuaku untuk masuk kamar, duduk di
kursi depan meja belajar, tidak ada televisi dan tidak ada radio, hanya suara
kesunyian malam yang didengar, makanan dan minuman juga harus disingkirkan
sampai selesai belajar. Dengan seperti itu aku mendapat nilai 78-82 namun orang
tuaku belum puas dengan nilai yang aku dapatkan dan menyuruhku belajar lebih
keras lagi.”
Demikian lah anak tersebut menceritakan kejadian yang dialaminya.
Kemudian orang yang diminta bantuan itu membuat pilihan atau prefeferensi
tentang gaya belajar seperti apa yang dia mau yang sesuai dengan dirinya. Orang
itu berjanji akan menyampaikan hal ini pada kedua orang tuanya. Kemudian
meminta kedua orang tua untuk mengubah gaya belajar anaknya. Anak tersebut
belajar di lantai depan televisi bersama-sama keluarga mengemil atau minum
sesuatu, mendengarkan pembicaraan canda gurau keluarga. Sesuai dengan keinginan
anak itu belajar sambil merasakan keberadaan keluarga. Pola belajar seperti ini
akan dicoba selama satu semester.
Memang cukup sulit meyakinkan kedua orang tua anak malang itu untuk
menerapkan pola belajar seperti ini karena mereka terbiasa membelajarkan anak
dengan pola belajar yang dulu. Namun pada akhirnya kedua orang tuanya setuju
untuk mengubah polo belajar anaknya yang mengalami kesulitan belajar itu. Enam
bulan kemudian akhirnya terbukti anak tersebut mendapat nilai rata-rata
Sembilan puluhan dan anak tersebut selalu tersenyum tanpa ada kesedihan yang
pernah dia alami pada semester-semester sebelumnya.
Dari studi kasus di atas kita dapat melihat bahwa anak tersebut
mengalami kesulitan belajar dikarenakan gaya belajar yang kurang sesuai
dengannya. Tidak semua anak dapat menerima gaya belajar yang sama duduk di
kursi, dengan lampu belajar yang terang, tidak ada suara, tidak ada makanan.
Dengan gaya belajar seperti ini malah akan membuat anak bosan dan frustasi dan
parahnya menganggap kalau belajar adalah sesuatu yang menyedihkan atau bahkan
sebuah penyiksaan. Pastilah kita tidak mau anak-anak kehilangan semangat
belajarnya. Jangan sampai kita biarkan spesies pelajar punah hanya karena
pendidik dan orang tua tidak bisa mengerti bagaimana gaya belajar anak, dalam kondisi
bagaimana anak dapat memperoleh dan mencerna informasi. Marilah kita
bersama-sama mempelajari dan memahami perbedaan gaya belajar masing – masing
individu. Menyadari bahwa keragaman dalah kekuatan kita dan menghargai
individualitas.
Apa itu gaya belajar? Menurut Dr. Rita dan Dr. Kenneth Dunn “gaya
belajar adalah cara manusia mulai berkonsentrasi, menyerap, memproses, dan
menampung informasi yang baru dan sulit. Gaya belajar tiap-tiap individu
berbeda atau ada yang mirip pada saat yang sama. Gaya belajar ternyata
kebanyakan bersifat bawaan." Seperti penelitian yang dilakukan sejak 1979
mengungkapkan “bahwa tiga-perlima gaya belajar bersifat genetis; sisanya, di
luar ketekunan, bisa dikembangkan melalui pengalaman.”
Untuk dapat mengenal gaya belajar orang lain kita perlu mengenal
diri kita sendiri. Mengenal diri sendiri sangatlah penting untuk mengetahui apa
yang mendorong perilaku dan pikiran mereka., mengapa mereka melakukan hal-hal
yang mereka lakukan. Hanya dengan mengenal diri sendiri kita lebih mudah untuk
memehami orang lain. Dengan kita dapat memahami orang lain lebih mudah untuk
memahami gaya belajar yang ada pada masing-masing individu. Sehingga, dengan
menerapkan gaya belajar yang sesuai dengan keinginan individu proses belajar
menjadi lebih menyenangkan sehingga tidak menimbulkan kebosanan atau keengganan
untuk belajar. Pembelajaran menjadi
lebih mudah apabila memakai gaya belajar yang sesuai dengan dirinya
. Sebisa mungkin kita meninggalkan metode pembelajaran lama yang
masih mengalah pada kepercayaan-kepercayaan keliru seperti:
1. Cara belajar yang terbaik untuk siswa adalah dengan duduk tegak
di depan meja.
Penelitian telah membuktikan bahwa 75% berat badan pada saat duduk
ditopang oleh tulang yang hanya sepuluh sentimeter saja. Akibatnya, duduk
menjadi tidak nyaman dan menyebabkan ingin sering bergerak. Ini menyebabkan
anak sering jalan-jalan atau rame di kelas, haruslah guru memaklumi dan sebisa
mungkin dapat mengakali dengan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
pembelajaran agar anak tidak dduk terus-menerus selama beberapa jam.
2. Cara belajar yang terbaik untuk siswa adalah dalam ruangan dengan
pencahayaan yang terang karena pencahayaan yang redup akan merusak mata ketika
membaca dan bekerja.
Penelitian membuktikan bahwa banyak siswa yang belajar lebih baik
dalam ruangan dengan pencahayaan redup, sedangkan pada ruangan dengan
pencahayaan terang membuat mereka merasa gelisah, cemas, dan hiperaktif.
Pencahayaan yang redup memberikan ketenangan pada banyak siswa karena mereka
merasa lebih santai sehingga dapat berpikir lebih jernih.
3. Siswa belajar lebih banyak dan menghasilkan kinerja yang lebih
baik dalam lingkungan yang benar-benar sunyi.
Penelitian mangungkapkan bahwa banyak orang dewasa mampu berpikir
dan mengingat paling baik dengan mendengarkan musik dan beberapa penelitian di
Selandia Baru menunjukan bahwa sekitar 40% siswa lebih menyukai lingkungan yang
memperdengarkan suara music dan kebisingan saat belajar dan mereka tidak bisa
berkonsentrasi apabila suasananya sunyi. Tapi, memang ada jug siswa yang lebih
menyukai belajar dalam suasana sunyi.
4. Siswa paling mudah mempelajari subjek yang sulit pada awal pagi
ketika mereka dalam kondisi paling waspada.
Penelitian menunjukan bahwa tidak semua orang bisa berkonsentrasi
dengan baik pada pagi hari. Apabila siswa dibiarkan belajar pada waktu-waktu
yang paling tepat bagi mereka, maka siap, motivasi, dan nilai mereka akan
membaik.
5. Siswa yang tidak bisa duduk tenang berarti belum siap belajar
atau tidak bisa belajar dengan cara yang benar.
Kebanyakan siswa yang terlibat secara aktif dalam proses belajar
cenderung belajar lebih banyak, memerhatikan dengan cermat dan memperoleh nilai
tes yang lebih tinggi dibandingkan apabila mereka harus duduk dan mendengarkan.
6. Tidak diiperbolehkan makan dan minum di ruang kelas.
Banyak siswa yang bisa berkonsentrasi dengan lebih baik ketika
belajar sambil makan, mengunyah, minum dll. Coba kita bayangkan apabila kita
dalam kondisi lapar dan haus pasti susah untuk berkonsentrasi, cenderung lebih
membayangkan makanan atau minuman. Hal ini terbukti dalam sebuah penelitian
bahwa siswa yang membutuhkan makanan dan dibiarkan makan ketika mengikuti tes,
mendapat nilai yang jauh lebih tiinggi daripada mereka yang menginginkan makan
tapi dilarang.
Para pendidik yang masih menggunakan metode pengajaran seperti di
atas secara tidak langsung telah melakukan penyiksaan pada beberapa siswa yang
gaya belajarnya tidak sesuai dengan pengajaran guru. Semua itu siswa tidak
sama. Ada yang dapat dapat belajar dengan menggunakan pencahayaan terang ada
juga yang belajar dengan pencahayaan lebih redup. Itu adalah beberapa dari
sekian perbedaan siswa dalam gaya belajarnya. Pendidik dan juga orang tua agar
dapat sukses membelajarkan anak haruslah mengerti dan dapat memahami perbedaan
gaya belajar anak. Karena dalam belajar peserta didik ada yang dominan
menggunakan otak kiri ada juga yang dominan menggunakan otak kanan. Namun dalam
praktik pendidikan tradisional yang kini kebenyakan masih banyak dianut, sangat
menekankan menggunakan metode pengajaran otak kiri , bahasa serta
penyampaiannya yang formal sehingga tidak memberikan ruang pada bagi pelajar
untuk mengembangkan keterampilan belajar dan kemampuan belajar. Penelitian
terhadap model gaya belajar dari Dunn dan Dunn telah membuktikan bahwa tipe
orang yang memproses dengan otak kiri lebih menyukai lingkungan belajar yang:
sunyi, pencahayaan terang, dan dirancang secara formal. Mereka tidak memerlukan
makanan cemilan, dan bisa belajar atau bekerja dengan kondisi terbaik saat
sendiri atau dengan kehadiran figure yang berwenang. Sebaliknya kebanyakan tipe
orang yang memproses dengan otak kanan lebih menyukai: kebisingan atau musik,
pencahayaan redup, rancangan informal, makanan cemilan, mobilitas dan interaksi
dengan rekan lain di tempat kerja atau selama belajar atau ketika sedang
berkonsentrasi.
Setelah kita mengetahui perbedaan anak dalam memproses informasi
yaitu dengan otak kiri maupun kanan sebagai pendidik dan orang tua haruslah
kita memenuhi metode pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Buat lah
tempat belajar senyaman mungkin bagi anak sesuai dengan kemauan mereka. Jadikan
lah sekolah sebagai surga bagi tempat belajar mereka jangan lah sekolah di
jadikan penjara bagi tempat belajar anak. Sehingga guru maupun peserta didik
sama-sama merasa senang dan masing-masing tidak ada yang terbebani karena
perbedaan kebutuhan mereka terpenuhi.
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju namun masih
banyak kalangan yang masih menggunakan praktik pendidikan tradisional yang
banyak menekankan pembelajaran dengan penyampaian formal. Misalnya siswa
disuruh duduk tenang dan mendengarkan guru mereka berbicara selama berjam-jam.
Pernahkah terpikirkan dalam benak kita jika ada sebagian siswa yang tidak bisa
menerima atau bahkan malah stress dengan cara pembelajaran yang seperti itu?
Pembelajaran yang baik adalah bagaimana cara membuat siswa itu belajar dengan
nyaman dan tanpa paksaan. Sehingga informasi yang mereka peroleh dapat
diterima.
Ada sebuah studi kasus. Ada seorang anak yang mengalami “learning
disable” (kesulitan belajar). Anak ini sebenarnya cerdas, namun orang tuanya
selalu mendesak untuk dia belajar. Kemudian orang tuanya meminta bantuan pada
seseorang untuk mengatasi kesulitan belajar anaknya. Orang yang diminta bantuan
itu mewawancarai anak yang kesulitan belajar. Pada waktu diwawancarai anak
tersebut dengan air mata berlinang menceritakan penyiksaan yang dialaminya
hampir setiap malam.
“Jika malam aku disuruh orang tuaku untuk masuk kamar, duduk di kursi
depan meja belajar, tidak ada televisi dan tidak ada radio, hanya suara
kesunyian malam yang didengar, makanan dan minuman juga harus disingkirkan
sampai selesai belajar. Dengan seperti itu aku mendapat nilai 78-82 namun orang
tuaku belum puas dengan nilai yang aku dapatkan dan menyuruhku belajar lebih
keras lagi.”
Demikian lah anak tersebut menceritakan kejadian yang dialaminya.
Kemudian orang yang diminta bantuan itu membuat pilihan atau prefeferensi
tentang gaya belajar seperti apa yang dia mau yang sesuai dengan dirinya. Orang
itu berjanji akan menyampaikan hal ini pada kedua orang tuanya. Kemudian
meminta kedua orang tua untuk mengubah gaya belajar anaknya. Anak tersebut
belajar di lantai depan televisi bersama-sama keluarga mengemil atau minum sesuatu,
mendengarkan pembicaraan canda gurau keluarga. Sesuai dengan keinginan anak itu
belajar sambil merasakan keberadaan keluarga. Pola belajar seperti ini akan
dicoba selama satu semester.
Memang cukup sulit meyakinkan kedua orang tua anak malang itu untuk
menerapkan pola belajar seperti ini karena mereka terbiasa membelajarkan anak
dengan pola belajar yang dulu. Namun pada akhirnya kedua orang tuanya setuju
untuk mengubah polo belajar anaknya yang mengalami kesulitan belajar itu. Enam
bulan kemudian akhirnya terbukti anak tersebut mendapat nilai rata-rata
Sembilan puluhan dan anak tersebut selalu tersenyum tanpa ada kesedihan yang
pernah dia alami pada semester-semester sebelumnya.
Dari studi kasus di atas kita dapat melihat bahwa anak tersebut
mengalami kesulitan belajar dikarenakan gaya belajar yang kurang sesuai
dengannya. Tidak semua anak dapat menerima gaya belajar yang sama duduk di
kursi, dengan lampu belajar yang terang, tidak ada suara, tidak ada makanan.
Dengan gaya belajar seperti ini malah akan membuat anak bosan dan frustasi dan
parahnya menganggap kalau belajar adalah sesuatu yang menyedihkan atau bahkan
sebuah penyiksaan. Pastilah kita tidak mau anak-anak kehilangan semangat
belajarnya. Jangan sampai kita biarkan spesies pelajar punah hanya karena
pendidik dan orang tua tidak bisa mengerti bagaimana gaya belajar anak, dalam
kondisi bagaimana anak dapat memperoleh dan mencerna informasi. Marilah kita
bersama-sama mempelajari dan memahami perbedaan gaya belajar masing – masing
individu. Menyadari bahwa keragaman dalah kekuatan kita dan menghargai
individualitas.
Apa itu gaya belajar? Menurut Dr. Rita dan Dr. Kenneth Dunn “gaya
belajar adalah cara manusia mulai berkonsentrasi, menyerap, memproses, dan
menampung informasi yang baru dan sulit. Gaya belajar tiap-tiap individu
berbeda atau ada yang mirip pada saat yang sama. Gaya belajar ternyata
kebanyakan bersifat bawaan." Seperti penelitian yang dilakukan sejak 1979
mengungkapkan “bahwa tiga-perlima gaya belajar bersifat genetis; sisanya, di
luar ketekunan, bisa dikembangkan melalui pengalaman.”
Untuk dapat mengenal gaya belajar orang lain kita perlu mengenal
diri kita sendiri. Mengenal diri sendiri sangatlah penting untuk mengetahui apa
yang mendorong perilaku dan pikiran mereka., mengapa mereka melakukan hal-hal
yang mereka lakukan. Hanya dengan mengenal diri sendiri kita lebih mudah untuk
memehami orang lain. Dengan kita dapat memahami orang lain lebih mudah untuk
memahami gaya belajar yang ada pada masing-masing individu. Sehingga, dengan
menerapkan gaya belajar yang sesuai dengan keinginan individu proses belajar
menjadi lebih menyenangkan sehingga tidak menimbulkan kebosanan atau keengganan
untuk belajar. Pembelajaran menjadi
lebih mudah apabila memakai gaya belajar yang sesuai dengan dirinya. Sebisa
mungkin kita meninggalkan metode pembelajaran lama yang masih mengalah pada
kepercayaan-kepercayaan keliru seperti:
1. Cara belajar yang terbaik untuk siswa adalah dengan duduk tegak
di depan meja.
Penelitian telah membuktikan bahwa 75% berat badan pada saat duduk
ditopang oleh tulang yang hanya sepuluh sentimeter saja. Akibatnya, duduk
menjadi tidak nyaman dan menyebabkan ingin sering bergerak. Ini menyebabkan
anak sering jalan-jalan atau rame di kelas, haruslah guru memaklumi dan sebisa
mungkin dapat mengakali dengan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
pembelajaran agar anak tidak dduk terus-menerus selama beberapa jam.
2. Cara belajar yang terbaik untuk siswa adalah dalam ruangan dengan
pencahayaan yang terang karena pencahayaan yang redup akan merusak mata ketika
membaca dan bekerja.
Penelitian membuktikan bahwa banyak siswa yang belajar lebih baik
dalam ruangan dengan pencahayaan redup, sedangkan pada ruangan dengan
pencahayaan terang membuat mereka merasa gelisah, cemas, dan hiperaktif.
Pencahayaan yang redup memberikan ketenangan pada banyak siswa karena mereka
merasa lebih santai sehingga dapat berpikir lebih jernih.
3. Siswa belajar lebih banyak dan menghasilkan kinerja yang lebih
baik dalam lingkungan yang benar-benar sunyi.
Penelitian mangungkapkan bahwa banyak orang dewasa mampu berpikir
dan mengingat paling baik dengan mendengarkan musik dan beberapa penelitian di
Selandia Baru menunjukan bahwa sekitar 40% siswa lebih menyukai lingkungan yang
memperdengarkan suara music dan kebisingan saat belajar dan mereka tidak bisa
berkonsentrasi apabila suasananya sunyi. Tapi, memang ada jug siswa yang lebih
menyukai belajar dalam suasana sunyi.
4. Siswa paling mudah mempelajari subjek yang sulit pada awal pagi
ketika mereka dalam kondisi paling waspada.
Penelitian menunjukan bahwa tidak semua orang bisa berkonsentrasi
dengan baik pada pagi hari. Apabila siswa dibiarkan belajar pada waktu-waktu
yang paling tepat bagi mereka, maka siap, motivasi, dan nilai mereka akan
membaik.
5. Siswa yang tidak bisa duduk tenang berarti belum siap belajar
atau tidak bisa belajar dengan cara yang benar.
Kebanyakan siswa yang terlibat secara aktif dalam proses belajar
cenderung belajar lebih banyak, memerhatikan dengan cermat dan memperoleh nilai
tes yang lebih tinggi dibandingkan apabila mereka harus duduk dan mendengarkan.
6. Tidak diiperbolehkan makan dan minum di ruang kelas.
Banyak siswa yang bisa berkonsentrasi dengan lebih baik ketika
belajar sambil makan, mengunyah, minum dll. Coba kita bayangkan apabila kita
dalam kondisi lapar dan haus pasti susah untuk berkonsentrasi, cenderung lebih
membayangkan makanan atau minuman. Hal ini terbukti dalam sebuah penelitian
bahwa siswa yang membutuhkan makanan dan dibiarkan makan ketika mengikuti tes,
mendapat nilai yang jauh lebih tiinggi daripada mereka yang menginginkan makan
tapi dilarang.
Para pendidik yang masih menggunakan metode pengajaran seperti di
atas secara tidak langsung telah melakukan penyiksaan pada beberapa siswa yang gaya belajarnya tidak
sesuai dengan pengajaran guru. Semua itu siswa tidak sama. Ada yang dapat dapat belajar dengan
menggunakan pencahayaan terang ada juga yang belajar dengan pencahayaan lebih
redup. Itu adalah beberapa dari sekian perbedaan siswa dalam gaya belajarnya. Pendidik dan juga orang tua
agar dapat sukses membelajarkan anak haruslah mengerti dan dapat memahami
perbedaan gaya
belajar anak. Karena dalam belajar peserta didik ada yang dominan menggunakan
otak kiri ada juga yang dominan menggunakan otak kanan. Namun dalam praktik
pendidikan tradisional yang kini kebenyakan masih banyak dianut, sangat
menekankan menggunakan metode pengajaran otak kiri , bahasa serta
penyampaiannya yang formal sehingga tidak memberikan ruang pada bagi pelajar
untuk mengembangkan keterampilan belajar dan kemampuan belajar. Penelitian
terhadap model gaya belajar dari Dunn dan Dunn telah membuktikan bahwa tipe
orang yang memproses dengan otak kiri lebih menyukai lingkungan belajar yang:
sunyi, pencahayaan terang, dan dirancang secara formal. Mereka tidak memerlukan
makanan cemilan, dan bisa belajar atau bekerja dengan kondisi terbaik saat
sendiri atau dengan kehadiran figure yang berwenang. Sebaliknya kebanyakan tipe
orang yang memproses dengan otak kanan lebih menyukai: kebisingan atau musik,
pencahayaan redup, rancangan informal, makanan cemilan, mobilitas dan interaksi
dengan rekan lain di tempat kerja atau selama belajar atau ketika sedang
berkonsentrasi.
Setelah kita mengetahui perbedaan anak dalam memproses informasi
yaitu dengan otak kiri maupun kanan sebagai pendidik dan orang tua haruslah
kita memenuhi metode pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Buat lah
tempat belajar senyaman mungkin bagi anak sesuai dengan kemauan mereka. Jadikan
lah sekolah sebagai surga bagi tempat belajar mereka jangan lah sekolah di
jadikan penjara bagi tempat belajar anak. Sehingga guru maupun peserta didik
sama-sama merasa senang dan masing-masing tidak ada yang terbebani karena
perbedaan kebutuhan mereka terpenuhi.
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon